Berani Berwirausaha

Berani Berwirausaha

Berani Berwirausaha

Pertama kali merencanakan untuk kelas ini sebenarnya para relawan sudah excited luar biasa. Kelas dengan tema wirausaha sudah lama sekali direncakanan namun tidak kunjung mendapat pembicara dan waktu yang tepat sampai saatnya kami berkenalan dengan Mbak Jati, salah satu pengelola Kayu Arum Resort yang pada Sabtu 5 April kemarin berkenan menyediakan tempat untuk kelas Akber Salatiga. Sampai sini belum ada “ihiy!”-nya.

Pembicara pada kelas kali ini pun orang yang sangat mumpuni di bidangnya, beliau adalah Bapak Mulyadi. Iya, pemilik Kayu Arum Resort dan juga beberapa perusahaan furniture serta yang berhubungan dengan perkayuan. Pak Mulyadi sendiri lebih banyak bercerita tentang pengalaman beliau mulai membangun usaha sejak kecil. Hidup di tengah lingkungan pengusaha ditambah didikan langsung dari sang ayah membuat Pak Mulyadi kecil sudah terbiasa dan mengenal apa itu bisnis. Saya nggak bisa menceritakan semua pengalaman yang dibagikan oleh Pak Mulyadi mengenai jatuh bangun usahanya sejak kecil karena postingan ini mungkin bisa menyaingi sekuel Harry Potter panjangnya. Masih aman dari “ihiy!”

Kelas semakin menarik ketika Pak Mulyadi mulai menyampaikan nilai-nilai serta sikap yang harus dipunyai oleh seorang pengusaha, ihiy! Let’s begin. Di bagian ini saya berkali-kali tertohok, tersindir, tertampar sehingga perlu diobati hashtag #jleb. Siapa sih yang nggak pengen berwirausaha? Nggak cuma jualan lho ya karena menurut beliau beda “sekedar jualan” dan “wirausaha” adalah pada value yang ditambahkan pada suatu produk. Kalau cuma cari eceng gondok di Rawapening lalu dijual itu namanya jualan walaupun ikut mengurangi tumbuhan air pengganggu. Nah, kalau mengumpulkan eceng gondok, dibersihkan, dikeringkan, dianyam, kemudian dijadikan kerajinan, lalu dipasarkan itu namanya wirausaha. Ada nilai pembeda yang ditambahkan. Ihiy!

Sampai situ saja #jleb-nya? Tentu tidak. Sering sekali di kelas kemarin Pak Mulyadi mengatakan bahwa berwirausaha tidak bisa dijadikan pekerjaan sampingan, tidak bisa sekedar, atau bahkan disambi. Wirausaha adalah pekerjaan yang harus dicintai sepenuh hati. Harus ada tujuan yang spesifik, konkret, terukur, dan mampu dikerjakan. Bahkan kalau sudah ada itu semua harus dilengkapi juga dengan skala prioritas lho. Ribet ya? Iya. Kita yang tidak tahu sih biasanya akan melihat para pengusaha ini dari segi enaknya saja, gelimang harta, aset yang dimiliki (termasuk saya). Tidak pernah mau tau kan, mereka ini bangunnya jam berapa, tidur apa enggak, hutang di bank-nya berapa, hehehe. Paling enak memang berasumsi, ihiy! :p
Hmmm, dan yang berikut ini mungkin yang paling terasa panas ya terutama bagi saya yang notabene suku Jawa. Betul, budaya orang Jawa yang harus jauh-jauh dimasukkan kantung semar kalau mau jadi pengusaha adalah: SUNGKAN. Apa apa dikit nggak enak, harus terus terang tapi nggak tega. Ya begitulah, #jleb lagi. Ketegasan adalah mutlak, ya atau tidak. Budaya seperti ini juga akan mempenngaruhi lingkungan sekitar lho ternyata, dalam hal ini Kayu Arum Resort dan seluruh karyawannya. Sungkan?  Bersiaplah terjadi kesalahpahaman setiap saat. Begitu kata Pak Mulyadi.

Oiya, sepanjang kelas Akber Salatiga diadakan, kelas ini memecahkan rekor dengan peserta terbanyak yaitu 65 orang. Ihiy! Iya, kami tahu kualitas kelas tidak diukur dari banyaknya peserta yang datang. Tapi dengan antusiasnya peserta untuk mengikuti kelas, alangkah bahagianya kami menyaksikannya. Untuk kelas kali ini terima kasih sebesar-besarnya harus disampaikan kepada Kayu Arum Resort yang sudah menyediakan ballroom-nya untuk kelas Akber Salatiga lengkap dengan sound system, LCD, dan coffee break-nya.

Kelas yang menggugah, tempat yang indah, makanan melimpah, dan suasana kelas yang megah. Itu sudah.

Akademi Berbagi, Berbagi Bikin Happy.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *