Menjadi Relawan – Bagian 1

Menjadi Relawan – Bagian 1

Menjadi Relawan – Bagian 1

Karir relawan saya (kalau boleh dibilang karir) terbilang cukup panjang kalau diukur-ukur. Saya memulainya dari AIESEC, sebuah organisasi kemahasiswaan di UNDIP. AIESEC membentuk soft skill kerelawanan saya. Dimulai dari belajar organisasi sampai membentuk jaringan pertemanan dengan teman-teman luar negeri melalui project-project yang saya kelola.

Lewat AIESEC saya mendapatkan keahlian dasar organisasi, komunikasi dan kepemimpinan.

Setelah AIESEC, kerelawanan saya berlanjut ke BINTARI, sebuah LSM Lingkungan lokal di Semarang. Project awal saya di BINTARI sangat menyenangkan, ikut mengelola sebuah program eco tour. Dalam program ini sebetulnya tidak jauh dari kegiatan saya di AIESEC, yaitu memandu teman-teman dari luar untuk belajar mengenai kondisi lingkungan di Semarang. Saya mengelola program ini cukup lama sampai menjadi full time staff dan menjadi seorang Community Development.

Melalui BINTARI saya mendapatkan keahlian jejaring, membuat dan mengelola program dan komunitas.

Karir saya setelah BINTARI berlanjut ke sebuah pekerjaan yang industrinya sangat berbeda dengan bidang lingkungan. Sebetulnya saat itu saya beruntung  karena menemukan sebuah pekerjaan dengan jaringan global tetapi dikerjakan dari rumah.

Berkat keahlian yang saya dapatkan lewat AIESEC dan BINTARI, saya dipercaya untuk menjadi seorang Project Manager dan mengelola sebuah tim untuk semua klien di Indonesia. Kekurangan bekerja di rumah adalah saya tidak punya jaringan sosialisasi seperti layaknya karyawan di sebuah kantor.

Waktu itu karena melihat kurangnya kegiatan sharing di Semarang, saya dan beberapa teman menginisiasi sebuah kegiatan sharing dengan nama RoTIFreSh (Return of Tuker Ilmu Freedom of Sharing) dengan tema besar dunia digital. Setelah beberapa tahun mengelola RoTIFreSh, saya melihat teman-teman di Semarang mulai berkolaborasi satu sama lainnya karena sering bertemu di ajang sharing tersebut.

Lewat RoTIFReSh saya memperdalam keahlian project management, negosiasi dan mengelola komunitas.

Ketika mengelola RoTIFreSh itulah saya bertemu dengan Ainun Chomsun dan kegiatan Akademi Berbaginya yang berusaha membuat sebuah kegiatan sharing di mana semua orang bisa belajar secara gratis.

Saya merasa Akademi Berbagi (AKBER) saat itu dibutuhkan untuk mendobrak salah satu paradigma negatif orang Semarang di mana semua menganggap kalau orang Semarang itu sulit sekali berbagi ilmu. Karena saya sudah mengelola kegiatan sharing lain, saya mengajak teman saya Yuki Afriani untuk menjadi Kepsek AKBER di Semarang dan memulai kegiatan AKBER.

Waktu itu kami membagi tugas, Yuki menyebarkan jaringan AKBER di akar rumput komunitas, saya menyebarkannya di ranah digital. Dari hanya kami berdua, saat ini AKBER Semarang sudah berkembang dengan puluhan relawan aktif dan kelas-kelas yang mungkin saat itu tidak dapat kami wujudkan.

Mengelola AKBER Semarang memaksa saya untuk mengelola 2 komunitas sekaligus yang berarti harus meningkatkan keahlian manajemen waktu supaya 2 komunitas ini berjalan baik sekaligus pekerjaan tidak keteteran.

Dengan membaca tulisan pertama saya ini pasti kamu tidak menyangka kalau menjadi relawan bisa meningkatkan soft skill dalam banyak hal. Pekerjaan-pekerjaan saya selanjutnya juga masih berhubungan dengan jaringan yang saya buat melalui kegiatan kerelawanan selama ini.

Nah, apa yang membuat kamu ragu untuk menjadi seorang relawan saat ini? (@didut)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *