Akademi Berbagi yang tahun ini resmi bertransformasi dari komunitas menjadi sebuah Foundation telah berhasil menggelar kelas pertamanya di tahun 2015. Bertempat di Ruang Sidang Graha Utama Kemendikbud, Akademi Berbagi mengemas kelasnya dalam bentuk Public Lecture. Berbeda dengan tahun sebelumnya, kelas kali ini diadakan tiap 2 bulan sekali dengan kapasitas peserta yang lebih besar hingga mencapai ratusan dan menghadirkan guru yang lebih terseleksi lagi, yaitu praktisi yang berpengalaman lebih dari 15 tahun di bidangnya. Hal ini bertujuan agar bisa memberikan dampak yang lebih besar lagi bagi para relawan dan peserta yang mengikutinya.
Mengambil tema “Facing New Challenge & Uncertainty”, hadir sebagai guru Public Lecture kali ini adalah 2 orang Dewan Penasehat Akademi Berbagi Foundation yang juga berpengalaman memimpin perusahaan multinasional di Indonesia lebih dari 10 tahun, yaitu Handry Satriago (CEO General Electric Indonesia) dan Jansen Siregar (CEO Tigapijar Indonsia). Tema ini diambil karena sangat cocok dengan kehidupan sekarang yang mengalami percepatan di hampir segala bidang. Terbukti, sebanyak 127 orang merelakan waktu paginya di akhir pekan untuk hadir di Public Lecture ini untuk belajar tema tersebut dari praktisi yang sudah terkualifikasi.
Handry mengawali Public Lecture Akademi Berbagi Foundation dengan cerita pengalamannya selama berkuliah hingga lulus. Cerita berlanjut dengan segala perubahan dalam bidang agraris, industri, hingga informasi yang terjadi di dunia selama 15 tahun terakhir. Secara garis besar semua yang mengubah dunia saat ini bisa teridentifikasi melalui cara manusia berkomunikasi, perkembangan komputer internet, handphone, dan social media. Kalau ditarik benang merahnya, ada tiga hal yang berperan besar dalam perubahan dunia: teknologi, globalisasi, kebutuhan hidup dan kapabilitas manusia.
Dari sisi ekonomi, pertumbuhan kelas menengah yang sebagian besar banyak terjadi di Timur membuat perekonomian di Asia meningkat hingga 15%. Angka ini mengalahkan perekonomian Barat yang hanya sanggup tumbuh sebesar 10%. Hal ini membuat peta perekonomian dunia berubah. Barat tidak lagi menguasai karena dikalahkan oleh Cina yang kini tumbuh menjadi raksasa ekonomi dunia. Tanpa disadari, perubahan peta ekonomi juga membawa pengaruh besar kepada banyak hal.
Perubahan yang sangat cepat dalam waktu 15 tahun ini berbeda dengan sejarah sebelumnya. Apa yang ada dan terjadi saat ini tidak pernah terprediksi 15 tahun yang lalu. Kalau dulu butuh ratusan tahun untuk berubah dari sebuah peradaban ke peradaban lainnya, kini hitungan waktunya hanya tahunan atau bahkan bisa lebih cepat lagi. Menurut Handry Satriago, untuk hidup di era yang penuh dengan ketidakpastian seperti ini manusia membutuhkan 4 hal agar tetap tumbuh dan tidak tersingkir.
- General Knowledge
Hal ini wajib dimiliki untuk menambah wawasan, membuka peluang saat berjejaring, serta membantu menyeimbangkan antara otak kanan dengan kiri. Untuk bisa memilikinya butuh kemauan dari seseorang untuk terus membaca, yang secara tidak langsung juga menuntut kita untuk terus belajar.
- Flexibility
Dunia berubah semakin cepat berubah, butuh kemauan untuk beradaptasi dengan perubahan. Namun jangan sampai lupa ukur kapabilitas, tidak mungkin kita bisa ahli di semua bidang. Agar lebih bagus, imbangi flexibility dan general knowledge dengan domain expertise agar diri kita memiliki diferensiasi dengan lainnya. Membangun domain expertise bisa dilakukan dengan menulis hal-hal yang kita pahami di blog, berkarya, dan lain sebagainya.
- Speed
Lakukan segala sesuatunya dengan cepat, hilangkan kebiasaan menunda karena dunia tidak bisa menunggu. Kecepatan ini bisa memunculkan potensi diri kita menjadi trendsetter. Mereka yang lambat pada akhirnya hanya akan menjadi followers. Perlu diingat, penting juga seseorang membangun kecepatan dalam kreativitas dengan cara mempertanyakan hal-hal yang ada di sekitar dengan pertanyaan “why, why not, what if..”
- Idea
Munculkan ide-ide sepanjang waktu. Jangan takut dengan keterbatasan, jangan takut untuk memiliki sebuah ide. Dulu negara ini dibangun oleh anak muda yang berani punya ideologi tentang kebebasan dan menjalani kehidupan sendiri, bahkan punya keinginan untuk mendirikan sebuah negara. Padahal saat itu mereka dalam keadaan sedang terjajah.
Mereka yang ingin berhasil menghadapi era yang penuh ketidakpastian wajib untuk memiliki 4 hal diatas. Selain itu seseorang juga sudah pasti membutuhkan jiwa kepemimpinan.
“Pemimpin bukan seseorang yang bekerja hanya untuk mencapai target-targetnya, tapi mereka yang mampu memberi pengaruh dan membuat dampak bagi lingkungan sekitarnya. Lakukan sesuatu dan buat kesalahan pertama. Belajar dari kesalahan tersebut dan jangan pernah mengulanginya lagi.
Tantangan Baru, Kesempatan Baru
Jansen Siregar, pemiliki akun Twitter @siregarjans yang akrab disapa dengan panggilan Bang Jansen, hadir di sesi selanjutnya untuk berbagi tentang bagaimana memunculkan keunikan diri, memanfaatkannya, dan memenangkan persaingan. Sebagai manusia, seringkali kita merasa ragu atau sering berubah pikiran. Ini wajar saja terjadi karena menurut Ibu Kirti Peniwati, Ph. D, yang mempelajari bagaimana cara otak mengambil keputusan, mengatakan bahwa “Manusia itu tidak konsisten”.
Ini juga selaras dengan kehidupan yang juga seringkali tidak stabil, sesukses apapun seseorang pasti pernah juga mengalami kegagalan dan menghadapi masalah dalam hidupnya. Masalah akan selalu ada selama seseorang melaju ke depan sampai orang tersebut mati. Belajar dari olahraga halang rintang, dalam setiap pertandingan selalu ada halangan untuk kita lompati. Gagal melompat? Pasti sakit! Tapi di sana ada pilihan untuk kita berhenti atau bangkit terus berlari melewati halangan selanjutnya hingga sampai garis finish.
Tidak heran bila Bang Jansen membuka Public Lecture sesi kedua dengan pertanyaan “What is challenge? What is uncertainty?”. Hal tersebut terjawab ketika Bang Jansen menceritakan permainan olahraga ini. Untuk bangkit ketika gagal dan tertimpa masalah memang tidak mudah. Namun menurut Bang Jansen ada 3 hal yang bisa dipegang: Flexibility, hardwork, Self Confidence.
Semakin bertambahnya usia seseorang juga bisa membuat orang tersebut mempunyai keinginan yang banyak dan mudah berubah-ubah. Seringkali malah passion yang dijadikan kambing hitam. Salah kaprah tentang arti passion juga membuat beberapa orang gamang dalam karirnya. Padahal, passion tidak melulu mengharuskan kita untuk meninggalkan pekerjaan yang tengah digeluti. Passion dan karir bisa berjalan beriringan.
“Passion is not beginning. Passion start from hardwork” – Jansen Siregar.
Jiro Ono, seorang pembuat sushi no 1 dunia mengajarkan banyak hal tentang passion. Dia sudah membuat sushi selama puluhan tahun tapi masih merasa belum pernah mencapai kesempurnaan. Setiap hari dia melakukan pekerjaan yang sama dengan perkembangan sedikit demi sedikit. Dia berpesan, sekali seseorang memutuskan untuk melakukan sesuatu dia harus menyatu dengan pekerjaan itu, mencintai pekerjaannya, dan jangan pernah mengeluh.
Apakah sudah selesai setelah seseorang berhasil menemukan passion dan mengerjakannya dengan kerja keras? Ternyata belum. Kita juga harus menyisihkan waktu dan tenaga kita untuk menghadapi faktor dari luar, salah satunya adalah generation gap. Kita harus menerima kenyataan bahwa untuk sukses butuh kerjasama. Sayangnya tidak semua orang yang akan kerjasama dengan kita itu tumbuh dan belajar dalam generasi yang sama.
“Pelajari seperti apa generasi kita, seperti apa generasi di atas kita dan juga yang di bawah kita. Cari tahu perbedaannya dan pahami bagaimana cara menjembataninya” – Bang Jansen
Untuk kelas kali ini para peserta tidak hanya belajar, tapi mereka juga dituntut untuk menunjukkan kepeduliannya kepada pendidikan dengan memberikan buku untuk Taman Bacaan Pelangi dan koin (uang receh) ke komunitas Coin a Chance. Taman Bacaan Pelangi akan membantu menyalurkan buku tersebut ke Indonesia Bagian Timur untuk membantu menumbuhkan minta baca anak-anak di sana, sedangkan Coin a Chance akan mengelola koin yang terkumpul untuk membantu anak-anak pra-sejahtera agar bisa bersekolah hingga SMA. Sebuah bentuk kolaborasi yang senada dengan misi Akademi Berbagi untuk memberi dampak lebih besar lagi bagi pendidikan.
Akademi Berbagi. “Berbagi Bikin Happy!”
Penulis : Agustaf Riyadi. Volunteer Akademi Berbagi