Hari yang dinanti-nanti relawan Akademi Berbagi Jakarta, Depok, Bekasi dan Bandung akhirnya tiba. Apalagi kalau bukan “Workshop Communication Skill, Speaking with Confidence”, dengan trainer Maya Arvini (Head of Product Application Platform Microsoft Indonesia, penulis buku “Career First”) dan Prabu Revolusi (Lead Anchor Rajawali Televisi).
Workshop ini adalah salah satu dari rangkaian program pemberdayaan relawan Akademi Berbagi. Workshop diadakan di Jakarta, 23 dan 24 Mei 2015, pukul 8 sampai 17 WIB. Meski dimulai sangat pagi untuk ukuran akhir pekan, namun para peserta tetap antusias, bahkan banyak yang tiba satu jam sebelum acara. Mereka berasal dari beragam latar belakang. Ada pekerja swasta, PNS, professional, entrepreneur, mahasiswa, juga ibu rumah tangga. Semua ingin belajar hal yang sama, yaitu keterampilan komunikasi yang lebih baik, guna memajukan karir, usaha maupun pergaulan sehari-hari.
Akademi Berbagi mengadakan workshop ini dengan dukungan penuh dari DBS Bank, yang kita kenal sebagai sebuah institusi perbankan multinational. Saat ini DBS Bank sedang mengadakan kampanye SPARK. Dalam kampanye tersebut, DBS Bank mewujudkan ide atau mimpi inspiratif yang bisa membawa perubahan positif. Berkat kampanye SPARK inilah, terwujud impian Akademi Berbagi untuk memberikan training communication skill pada para relawannya.
Runtuhkan Dulu Mental-Block
“Communication is a skill. Jadi harus dipelajari dan dipraktekkan,” kata Maya Arvini mengawali sesi trainingnya. Berteman dengan orang banyak bisa jadi ajang praktek berkomunikasi. Maya sendiri sejak kecil suka berteman, jadi dari kecil pula communication skill-nya diasah.
Prabu Revolusi justru sebaliknya. Mengaku sebagai korban bullying di sekolah waktu kecil, Prabu mengaku dulunya sangat takut untuk bicara di depan orang banyak. Lalu kenapa sekarang bisa jadi anchor, MC dan trainer public speaker? Itu karena Prabu sudah bisa meruntuhkan mental block berkomunikasi.
Mental block terbesar dalam berkomunikasi adalah ketakutan, tidak percaya diri, dan keraguan. Kenali mental block kamu, lalu ubah menjadi energi positif. Prabu menyarankan untuk menyebut lawan kata dari mental block itu. Misalnya, “saya takut…” ubah jadi “saya berani…”, “saya ragu…” ubah jadi “saya yakin…”. Sementara Maya memberi tips mencari kalimat lain yang efeknya positif untuk mengubah yang negatif. Misalnya, “I don’t understand this.” ubah jadi “I try my best to find the best answer”.
Untuk berani berkomunikasi, tetapkan tujuan yang realistis. Jangan terlalu jauh menetapkan tujuan agar tidak timbul efek backfire. Berlatihlah dua menit tiap hari untuk membiasakan diri berbicara. Latihannya bisa dengan membaca koran keras-keras, membaca buku anak pakai intonasi dan emosi, atau mengomentari berbagai hal, yang ringan sekalipun. Makin sering kita mengucap kata dan kalimat, makin terbiasa kita menggunakannya. Dampaknya, saat harus bicara, kita sudah siap.
Jika kita ragu untuk bicara tentang satu hal, cara mengatasinya adalah cari tahu tentang hal tersebut. Tak ada cara lain. The only way to sound like we know what we’re talking about is by knowing what we talk about.
Bagaimana jika semua sudah dilakukan, tapi kita masih gugup? Percaya atau tidak, banyak pembicara publik, yang ahli sekalipun, masih gugup saat akan bicara di depan umum. Tapi mereka punya cara masing-masing untuk mengatasinya. Ada yang harus pegang pulpen, minum kopi, atau memasukan tangan di saku. Kenalilah cara kita sendiri dalam menenangkan diri.
Satu tips lagi, sebutlah nama lawan bicara. Setiap orang senang jika namanya disebut. Prabu bahkan membuat game yang mewajibkan peserta bayar uang denda jika lupa nama lawan bicara. Dendanya tidak banyak, hanya pecahan terkecil yang ada di dompet, lalu rata-rata peserta dengan senang hati mengeluarkan koin 500 Rupiah dari dompet masing-masing.
Kenali tipe dan karakter pembicara
Komunikasi adalah proses dua arah, antara pembicara dan yang diajak bicara. Public speaking, yang bagian dari komunikasi, adalah soal mempengaruhi persepsi. Kita bisa bicara dengan cara tepat dan efektif jika mengetahui tipe dan karakter lawan bicara.
Prabu menyebut ada tiga tipe pembicara. Visual, Auditory, dan Kinestetik. Tipe visual fokus pada hal-hal yang bersifat visual dan cenderung bicara dalam tempo cepat. Tipe auditory cenderung pada hal-hal yang bersifat suara, nada atau pendengaran. Sedangkan tipe kinestetik banyak melibatkan rasa, sentuhan, dan penuh pertimbangan sebelum mengatakan sesuatu.
Karakter pembicara terdiri dari Harmonizer, Entertainer, Analizer, dan Debater. Harmonizer adalah karakter pembicara mengutamakan omongannya didengarkan, contohnya ustadz. Karakter Entertainer senang membuat orang tertawa atau gembira. Karakter Analizer senang jika lawan bicaranya imbang dari sisi kecerdasan. Sedangkan karakter Debater selalu mencari celah kekurangan lawan bicara, lalu mendebatnya.
Sekali lagi, dengan mengenali tipe dan karakter lawan bicara, kita bisa memilih cara bicara paling efektif dengan mereka. Sedangkan dengan mengenali tipe dan karakter kita sendiri sebagai pembicara, kita bisa memilih cara paling nyaman saat bicara di depan publik.
strong>Belajar dari Public Speaker Kelas Dunia
Prabu menyebut Barrack Obama sebagai salah satu role model-nya public speaker. Obama bisa orasi dengan pendekatan berbeda-beda di setiap wilayah sehingga orasinya selalu berkesan. Bahkan Obama mengesankan rakyat Indonesia setelah menyebut “Sate, Nasi Goreng” di public lecture-nya di Universitas Indonesia.
Dari Obama ada empat teknik yang bisa ditiru. Pertama, transcendence, atau menyatakan konteks secara konkrit dengan memakai contoh nyata di sekitar kita. Kedua, repetition, atau pengulangan kata-kata kunci untuk menaikkan emosi audiens. Ketiga, vocal and gestures. Dalam ceramahnya, berkali-kali Obama menggunakan gesture untuk memberi penekanan pada kata atau kalimat tertentu. Keempat, pause and pace. Tak jarang Obama jeda beberapa saat sebelum bicara lagi. Itu bukan lupa. Itu untuk memberi efek gantung agar pendengar penasaran. Pace dipakai Obama untuk meningkatkan emosi pendengar. Biasanya muncul menjelang akhir sesi bicara. Makin cepat pacing pembicara, makin bersemangat pendengarnya.
Di antara pembicara publik kelas dunia, Steve Jobs dan Presiden pertama RI Soekarno juga bisa jadi role model dengan tipe dan karakter yang berbeda.
Gestures untuk public speaking meliputi eye contact, ekspresi, sikap berdiri, cara berjalan dan gerak tubuh. Di workshop ini para peserta dapat kesempatan bicara di depan kelas dan mempraktekkan semua gestures. Prabu Revolusi mengajak semua peserta saling menilai segala unsur public speaking yang sudah diajarkan, termasuk kontennnya.
Mengenai konten, ada tips dari kutipan Winston Churchill. “A good speech should be like woman ’s skirt: long enough to cover the subject and short enough to create interest. ” Latihan untuk ini disebut 3, 5, 10 minutes practice. Jika bisa bicara spontan mengenai satu obyek selama 3 menit, maka kamu bisa bicara 5 menit. Jika bisa bicara spontan mengenai satu obyek selama 5 menit, maka kamu bisa bicara 10 menit.
Mengenai Workshop Akademi Berbagi
Dengan sejumlah latihan dan games yang diadakan sepanjang workshop, para peserta jadi lebih tahu caranya mengasah kemampuan berkomunikasi dan public speaking. Founder Akademi Berbagi Ainun Chomsun berpesan agar tiap peserta terus meningkatkan kemampuan public speaking masing-masing. Sebab di banyak pekerjaan saat ini, yang karirnya maju bukanlah orang yang paling pintar, tapi orang yang paling jago bicara dan jago presentasi.
Akademi Berbagi masih akan mengadakan sejumlah workshop lain untuk relawannya yang tersebar di 25 kota di Indonesia. Untuk periode 2015-2016 ada lima tema besar, yaitu Public Speaking, Creative Thinking, Writing, Entrepreneurship dan Digital Communication. Dan baru saja terwujud workshop public speaking berkat kampanye SPARK DBS Bank. Terima kasih DBS Bank!
(Budhita Arini)