Sebuah Cerita Tentang Berbagi – Bagian 2

Sebuah Cerita Tentang Berbagi – Bagian 2

Kekuatan cerita kami telah menyebarkan virus kebaikan ini, sehingga setiap orang bisa menduplikasi gerakan ini dengan senang hati. Tidak ada satu pun yang dibayar, semua orang dengan sukarela mengerjakan ini karena memang kebutuhan dan happy.

Di setiap kota ada Kepala Sekolah yang bertanggung jawab atas kelas-kelasnya dengan dibantu relawan lain atau kita sebut pengurus. Saya memang mensyaratkan setiap kota yang ingin menyelenggarakan kelas harus ada kepala sekolah dan harus mau menjaga komitmen untuk membuat kelas secara rutin. Jumlah murid yang hadir tidak menjadi ukuran, berapa pun murid yang datang harus diajar. Karena prinsip kami bukan jumlah murid yang banyak, tetapi ada satu orang saja yang ingin belajar maka kita wajib menyelenggarakan kelasnya. Ketika satu orang ini belajar dan mendapat tambahan ilmu maka kita telah memberikan manfaat buat orang lain.

Saat ini ada lebih dari 100 guru yang pernah mengajar dan hampir 100 relawan yang  terlibat secara aktif di Akademi Berbagi dengan background yang berbeda-beda baik profesi, usia dan pasti berbeda suku. Tetapi kini kami menjadi satu keluarga besar. Yang menyatukan kami adalah semangat ingin berbagi dan belajar. Kami semua percaya, belajar adalah kunci untuk maju dan belajar tidak kenal usia karena ilmu terus bertambah dan tidak ada satu orang pun yang menguasai semua ilmu. Akademi Berbagi menjadi wadah pertukaran ilmu dan belajar diskusi dengan sehat. Walapun gratis, kami tetap berusaha menjaga kualitas.

Di setiap kota, kamimewajibkan ada guru lokal. Kenapa? Karena kami percaya di setiap kota ada orang baik dan pintar yang mau mengajar, dan guru lokal lebih memahami kebutuhan daerahnya.

Kita seringkali merasa guru yang hebat adalah yang dari Jakarta, padahal tidak semua. Banyak orang hebat di luar Jakarta dan sudah saatnya setiap daerah bangga dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Mereka harus percaya diri dan mandiri agar daerahnya maju. Sesekali kami mengirimkan guru dari Jakarta, lagi-lagi dengan memanfaatkan social media.

Di twitter, kami seringkali mendapatkan informasi tentang keberadaan seseorang. Kalau ada potensial guru sedang berkunjung ke suatu daerah yang ada Akademi Berbagi-nya langsung ‘ditodong’ untuk mengajar jika memungkinkan, jadi kita tidak mengeluarkan biaya transportasi dan akomodasinya. Tidak semua guru kami kenal, bahkan lebih banyak yang tidak kenal kami tepatnya. Tetapi via twitter kita bisa langsung meminta atau mengajak orang untuk berkolaborasi serta berkontribusi di Akademi Berbagi.

Apa tidak takut ditolak?

Kenapa harus takut ditolak, toh kita tidak sedang melakukan kejahatan. Hampir semua guru yang kita minta mengajar tidak ada yang menolak. Hal ini menunjukkan masih banyak orang baik di negeri ini. Dan salah satu orang penting di dunia digital sekaligus mentor saya, Pak Didi Nugrahadi pernah bicara begini: Semua orang itu baik sampai terbukti sebaliknya. Saya menaruh hormat yang sedalam-dalamnya kepada beliau.

Salah satu orang yang saya kagumi, Rene Suhardono, menulis tentang passion di bukunya Your Job NOT You Carrier. Saya sebelumnya tidak begitu paham tentang passion, tetapi setelah membaca bukunya kemudian saya meyakini apa yang kami lakukan di Akademi Berbagi adalah sebuah passion. Kami melakukan dengan senang hati dan selalu bersemangat untuk membuat kelas demi kelas berjalan lancar dan setiap saat ada kemajuan yang akan kita capai bersama. Padahal kami tidak dibayar. Dan saya berterimakasih kepada salah satu relawan Yhanuar Probokusumo yang telah menciptakan tagline Berbagi Bikin Happy! Setiap membaca itu, kami semakin bahagia. Bukankah segala sesuatu akan lebih mudah jika dikerjakan dengan hati senang?

Setiap manusia diberi waktu yang sama, 24 jam. Yang membedakan adalah bagaimana memanfaatkannya. Bos saya yang dulu pernah memberikan arti kata sukses yang sebenarnya. Kata beliau, sukses itu adalah ketika kehadiranmu memberikan manfaat bagi orang lain.

Kami tidak punya harta yang berlimpah, tetapi kami mempunyai semangat untuk menjadi sukses. Yang kita lakukan juga bukan hal yang muluk, tetapi sesuatu yang memang bisa kita kerjakan sesuai dengan kapasitasnya. Dan kami merasa menjadi manusia yang berarti dengan memberikan manfaat bagi sesama di Akademi Berbagi. Kami mengerjakan kegiatan ini disela-sela aktivitas utama yaitu bekerja mencari nafkah, atau belajar untuk yang relawan mahasiswa, atau mengasuh anak untuk relawan yang ibu rumah tangga. Dan hingga saat ini, kami masih bisa menjaga komitmen dan konsistensi kegiatan ini. Akademi berbagi tempat kami belajar tentang “komitmen dan konsisten”, dua hal yang paling payah di negeri ini.

Sekarang saya mempunyai banyak teman dan jaringan, baik dari kalangan orang biasa maupun cerdik cendekia berkat Akademi Berbagi. Banyak ilmu yang saya peroleh, dan kesempatan pun semakin terbuka lebar. Saya pun akhirnya berani mencoba hal-hal baru dan berusaha menemukan apa yang menjadi passion saya di bidang pekerjaan. Menjadi relawan di Akademi berbagi bukan berarti pekerjaan menjadi terbengkelai, justru saya ingin membuktikan bahwa saya bisa lebih maju. Karena saya percaya untuk bisa membantu orang lain saya harus kuat, baik secara finansial maupun secara kepribadian. Begitu juga para relawan, mereka harus semakin kuat dan mandiri untuk bisa membantu lebih banyak orang lagi. Dan ini adalah PR besar kami semua para relawan.

Setiap orang punya mimpi, tetapi apakah setiap mimpi bisa diwujudkan? Belajar adalah salah satu cara untuk mewujudkan mimpi. Dan setiap mimpi harus “diturunkan” untuk dijalankan selangkah demi selangkah.

Di Akademi Berbagi kami ingin membantu mewujudkan mimpi di langkah awal yang paling sederhana yaitu belajar dan membangun relasi. Akademi Berbagi bukan untuk menggantikan pendidikan formal, tetapi mengisi bagian kosong dan berjarak antara dunia pendidikan dan dunia karya. Kami menjadi jembatan untuk melanjutkan perjalanan mimpi dengan cara yang benar, sehingga kelak saya berharap tidak ada lagi mahasiswa yang lulus dan kebingungan mau berkarya di mana. Atau orang-orang yang seperti saya bekerja lebih dari 10 tahun tetapi tidak menemukan makna yang sesungguhnya, walaupun 10 tahun itu memberikan banyak pembelajaran dan pengalaman hidup yang sangat berharga.

Hanya waktu yang tidak bisa kita ulang atau disesuaikan, sehingga harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kemajuan teknologi berupa internet memperpendek jarak, dan waktu sehingga kita bisa lebih optimal. Tidak ada lagi mimpi tinggal mimpi karena setiap mimpi harus diwujudkan.

Berilah kaki disetiap mimpimu agar turun ke bumi dan berlari, jangan biarkan menggantung di awang-awang kemudian terbang dan menghilang.

Jakarta, 29 Desember 2011.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *